ONESECONDNews.COM, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kembali merilis 12 poin dalam Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak buruh. Mulai dari pesangon, upah minimum, outsourcing, hak upah atas cuti, dan sebagainya.
Di artikel sebelumnya, detikcom sudah membedah 3 poin yang ditolak buruh yakni pesangon, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), serta upah per jam. Di artikel ini, detikcom akan membedah poin-poin lainnya, dan perbandingannya dengan UU Cipta Kerja serta UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1. Hak Cuti Hilang dan Tak Ada Kompensasi
Menurut KSPI, kehadiran UU Cipta Kerja mengubah pasal 79 ayat (2) dalam UU 13/2003 yang berbunyi:
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan PP.
Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah mengubah pasal 59 ayat (4) dalam UU 13/2003 yang membatasi kontrak paling lama 2 tahun, atau hanya boleh diperpanjang 1 kali dalam jangka waktu 1 tahun. Namun, di UU Cipta Kerja diubah yakni batas waktu perpanjangan kontrak akan diatur dalam PP.
4. Perusahaan Bisa PHK Sepihak?
Menurut KSPI, kehadiran UU Cipta Kerja yang menghapus pasal 155 dari UU 13/2003 berpotensi adanya PHK sepihak dari perusahaan.
Perusahaan yang melakukan PHK secara sepihak, dalam Omnibus Law tidak lagi dikategorikan batal demi hukum dan upah selama proses perselisihan PHK tidak dibayar," ujar Iqbal.
Adapun bunyi pasal 155 yang dihapus dalam Omnibus Law sebagai berikut:
(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.
(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
Jika tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa PHK tanpa izin dari lembaga penyelesaian hubungan industrial adalah batal demi hukum dan tidak ada kewajiban untuk membayar upah hak lain selama proses perselisihan berlangsung, PHK akan semakin mudah," imbuh Iqbal.(dtk)
Sumber Link;https://www.gelora.co/2020/10/sederet-poin-yang-bikin-buruh-resah.html