ONESECONDNews.COM, Kekerasan yang menewaskan Pendeta Yeremia Zanambani di Papua pekan lalu dibawa ke dalam sidang Dewan HAM PBB. Adalah wakil dari Republik Vanuatu, Antonella Picone, yang menyampaikan hal itu ketika berbicara dalam sidang ke-45 Dewan HAM PBB (UNHRC), Jumat (25/9).
Setelah dipersilakan Presiden Dewan HAM PBB, Elizabeth Tichy, wakil Vanuatu itu memulai laporannya dengan menyampaikan penghargaan terhadap komitmen Dewan HAM PBB dalam melindungi hak suku asli.
Namun, menurutnya, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) belum memberikan laporan yang memadai mengenai diskriminasi terhadap suku asli Papua di Indonesia.
Menurutnya, dalam rekaman video sidang Dewan HAM PBB yang beredar Sabtu (26/9), masyarakat Papua memiliki hak untuk hidup aman dan bebas dari diskriminasi.
"Sayangnya hak tersebut kini terancam melalui gelombang kekerasan terhadap Irian Barat sejak minggu terakhir," urai Picone.
Picone mengatakan, kekerasan yang menewaskan seorang pendeta di Kabupaten Intan Jaya diduga dilakukan oleh unit militer Indonesia.
Ia juga mengatakan, ini bukan kasus pertama. Sebelumnya, ada dua pendeta yang juga menjadi korban kekerasan.
Dia menambahkan, dalam kasus ini Komite Hak Asasi Manusia di bawah Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) perlu meminta pemerintah Indonesia memberikan data terkait hak sipil dan politik yang berhubungan dengan isu HAM di Papu.
"Sebagai tambahan, sesuai Forum Pemimpin Pasifik pada 2019, Vanua (Vanuatu) meminta agar Indonesia tunduk pada kewajiban hak asasi manusia internasional dengan memfasilitasi kedatangan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia agar dapat melengkapi laporan kepada Dewan tentang keadaan di Irian Barat Terima kasih."
Vanuatu adalah sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan. Vanuatu terletak di sebelah timur Australia, di timurlaut Kaledonia Baru, barat Fiji dan selatan Kepulauan Solomon, di mana banyak bangsa Melanesia yang tinggal di sana, salah satunya adalah orang-orang Papua. Tidak heran jika sesuatu terjadi dengan masyarakat Papua di mana pun berada, maka Vanuatu pun mengungkapkan reaksinya.
Penembakan Pastor Yeremia Zanambani adalah kasus pembunuhan ketiga yang menargetkan pendeta di Kabupaten Intan Jaya, Papua, sejak 2004. Hal itu disampaikan oleh sebuah persekutuan gereja. Diduga pembunuhan dilakukan oleh anggota TNI, meskipun pihak TNI telah menyangkal hal itu.
Ketua Persekutuan Gereja Baptis Papua, Pdt Socratez Sofyan Yoman, menuduh bahwa sebelum Yeremia, anggota TNI telah menembak mati dua pendeta lainnya, Geyimin Nirigi dan Elisa Tabuni, dalam insiden terpisah.
TNI pun dengan tegas membantah terlibat dalam ketiga pembunuhan tersebut, bahkan menuduh pemberontak pro-kemerdekaan yang ada di balik aksi pembunuhan.
Kekejaman, kekerasan dan kebiadaban TNI terhadap pendeta adalah penghinaan terhadap kemanusiaan dan harus dikutuk,” ujar Socratez.
Lembaga hak asasi manusia telah meminta pemerintah untuk membuka penyelidikan independen untuk menjelaskan pembunuhan tersebut.
Laporan berita lokal di Papua melaporkan bahwa Pendeta Zanambani ditembak mati dalam perjalanan ke kandang babi pada hari Sabtu, pada saat yang bersamaan dengan operasi militer.
Pendeta Zanambani adalah kepala sekolah teologi di distrik Hitadipa di Intan Jaya dan seorang pendeta di Jemaat Imanuel Hutadipa di Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII). Ia juga seorang penerjemah Alkitab dan pemimpin komunitas suku Moni