Sebelum Pulau Rempang Dilanda Konflik, Presiden Jokowi Pernah Janjikan Sertifikasi Tanah Kampung Tua

Foto istimewa 

 

Onesecondnews.COM, Sebelum Pulau Rempang dilanda konflik agraria, karena adanya rencana Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City. Tentu, kehidupan ribuan warga diselimuti kedamaian.  

Bahkan yang lebih mengejutkannya lagi, sebelum konflik Pulau Rempang itu, Presiden Jokowi pernah menjanjikan akan sertifikasi tanah Kampung Tua. 

Dilansir dari Antara, Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi sempat berjanji membahas status 16 Kampung Tua di Rempang ke pemerintahan pusat.

 "Yang dituntut bapak ibu adalah status 16 lokasi Kampung Tua yang harus dikeluarkan untuk perkembangan investasi, ini yang akan kami sampaikan ke pemerintah pusat," kata Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi pada kala itu.

 Bahkan, pada kampanye Pilpres 2019 lalu di Batam, Presiden Jokowi menyampaikan janjinya bakal sertifikasi bagi Kampung Tua. Di mana selama ini status tanahnya masih tumpang tindih. 

 "Jadi saya ingin sampaikan dua hal penting. Yang pertama mengenai sertifikasi pembuatan sertifikat untuk Kampung Tua. 

Siapa yang setuju Kampung Tua disertifikasi?" kata Jokowi saat melakukan orasi politik di Kompleks Stadion Temenggung Abdul Jamal, Kota Batam, Sabtu, (6/4/2019). Di samping itu, Presiden Jokowi juga berjanji proses sertifikasi dilakukan paling lama tiga bulan. 

Hal ini tak lain agar status kepemilikan tanah semakin jelas dan legal bagi masyarakat. Nah pada saat itu, tercatat ada sekitar 37 titik Kampung Tua di Batam. 

Di mana status tanah di dalamnya masih banyak yang tumpang tindih, bahkan sengketa. "Akan kami lakukan maksimal 3 bulan akan kami selesaikan. 

Tiga bulan Kampung Tua akan kami sertifikat kan," beber Presiden Jokowi pada saat itu. Orasi politik Jokowi di Kompleks Stadion terbesar di Batam itu mendapat antusiasme masyarakat. 

Saat itu beberapa tokoh ikut hadir di stadion tersebut, di antaranya Ketua TKN Erick Tohir, Wakil Ketua TKN Moeldoko, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani. 

Untuk diketahui, sampai saat berita ini diterbitkan pihak Tv One News, terus mencoba konfirmasi kepada pihak terkait soal janji kampanyenya pada tahun 2019. Kemudian, untuk diketahui juga, sebelumnya diberitakan soal sejarah Pulau Rempang.  

Memang, orang-orang pada umumnya mengetahui bahwa peradaban di Pulau Rempang dan sekitarnya baru ada pada abad ke-19, atau sekitar tahun 1834.

 Jika ditelusuri lebih dalam lagi, kehidupan di Pulau Rempang, Galang dan sekitarnya sudah ada sejak zaman Kesultanan Melaka, sebuah Kerajaan Melayu yang berpusat di Malaka.  

Hal ini diungkapkan oleh Dedi Arman, seorang Peneliti Sejarah Pusat Riset Kewilayahan-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). "Banyak yang menyatakan, orang Melayu di Pulau Rempang dan Galang baru ada di tahun 1834. 

Tapi menurut saya, orang melayu yang berdiam di sana, sudah ada jauh dari tahun tersebut," ujar Dedi, Sabtu (16/9/2023). Pada abad ke-19, kata Dedi banyak laporan atau berkas yang menyatakan bahwa pejabat Belanda, Elisha Netscher pernah berkunjung ke Pulau Rempang sekitar tahun 1946. 

Kala itu, Pulau Rempang sudah banyak dihuni oleh orang-orang, yang berasal dari suku Melayu Galang, Orang Darat dan Orang Laut. Kendati demikian, Dedi tetap keberatan jika peradaban di Pulau Rempang dan sekitarnya disebut baru ada pada abad ke-19.  

Ia menyatakan, pada tahun 1722-1818 Pusat Pemerintahan Temenggung Riau Lingga dipindahkan dari Hulu Riau (Tanjungpinang), ke Pulau Bulang (dekat Pulau Rempang dan Galang). 

Menurutnya, ini adalah salah satu bukti bahwa Pulau Rempang, Galang dan sekitarnya sudah lama didiami atau ditinggali oleh orang Melayu Galang, Orang Darat dan Orang laut. "Artinya di tahun tersebut sudah ada kehidupan di Pulau Rempang dan sekitarnya. 

Kenapa, karena jika ada pusat pemerintahan, harus ada orang atau rakyat. Jadi banyak sekali catatan catatan kita, yang menyatakan bahwa orang di Pulau Rempang, Galang dan sekitarnya sudah lama ditinggali," ungkapnya. 

Sementara historis lainnya, pada tahun 1829, Sultan Riau Lingga, Sultan Abdul Rahman memberikan kuasa kepada Raja Isa atau Nong Isa untuk memimpin Nongsa (Pulau Batam, Galang, Rempang dan Sekitarnya). Bahkan, tahun tersebut merupakan hari lahirnya Batam. 

Penyerahan kuasa ini merupakan bukti, bahwa Pulau Batam dan sekitarnya sudah banyak dipadati masyarakat pada tahun 1829.  

"Kalau dari cerita rakyat lebih banyak lagi, seperti pada tahun 1837 kapal inggris dibajak di Pulau Galang. Ternyata lanun atau bajak laut itu orang Melayu Galang," terang Dedi. 

Dedi menambahkan, suku laut atau lebih dikenal dengan orang laut, merupakan salah satu suku asli di Pulau Rempang. Mereka tinggal di pesisir yang tersebar di Pulau Batam Rempang dan Galang (Barelang). 

Sementara Orang Darat, berada di pedalaman Pulau Rempang. "Orang darat adanya di Kampung sadap, dan hanya tinggal beberapa Kartu Keluarga (KK) saja. Jadi menurut saya, yang bisa dibilang suku asli, ya tiga kelompok tadi. Selebihnya pendatang, sejak Jembatan Barelang selesai dibangun pada 1998," tutupnya.

Sumber: tvOne

Sumber informasi

https://www.gelora.co/2023/09/sebelum-pulau-rempang-dilanda-konflik.html

Lebih baru Lebih lama