ONESECONDNews.COM, Fenomena kasus perdata yang dipaksakan ke pidana kerap terjadi di Indonesia. Hal ini pun menjadi keprihatinan pemerhati hukum sekaligus Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Salah satu contoh pemaksaan hukum perdata ke ranah pidana adalah kasus dugaan penipuan yang diperkarakan PT Graha Prima Energi (PT GPE) terhadap PT Dian Bara Genoyang (PT DBG) dalam proyek tambang batubara. Hasilnya, Majelis Hakim PN Jaksel memvonis Komisaris PT DBG, Robianto Idup tidak terbukti bersalah.
Itu tampaknya dijadikan modus seperti ikut menagihkan utang. Misalnya gini, orang ditetapkan tersangka kan takut, terus diajak damai, atau kalau ditahan orangnya ngajak damai," ujar Boyamin kepada wartawan, Senin (14/9).
Jika di luar negeri, kata dia, kasus perdata seperti wanprestasi, perjanjian kerja, perselisihan antarpemegang saham selalu diselesaikan secara perdata. Sehingga kasus perdata bisa diselesaikan tanpa disusupkan ke ranah pidana.
"Ya itu dunia bisnis ya serahkan ke hukum bisnis, baik gugatan pailit atau lainnya. Jangan sampai pidana masuk ke ranah bisnis," tegasnya.
Pasalnya, jika pidana masuk ke ranah bisnis, maka akan merusak iklim bisnis dan rata-rata jika dipaksakan ke pidana ujungnya akan divonis bebas.
Ia pun berharap ke depannya adanya rumusan agar kasus perdata yang terjadi di Indonesia tidak dipaksakan disidik. Sebab, hal ini bisa dimanfaatkan oknum nakal demi meraup keuntungan pribadi.
"Maka saya cenderung kasus perdata itu diselesaikan ke ranah perdata. Karena kasus pidananya enggak masuk," demikian Boyamin.( RMOL.ID )
Sumber Link;https://rmol.id/amp/2020/09/14/452292/MAKI-Soroti-Maraknya-Kasus-Perdata-Diseret-Ke-Ranah-Pidana-